ART & CULTURAL CENTRE JIMBARAN COMPETITION
TAPAK DARA
Bentuk dasar massa yang menyerupai tanda tambah dan karakter lokal berupa kondisi geografis kawasan berupa batu kapur ternyata dapat dihubungkan dengan satu benang merah yaitu Tapak Dara. Tapak Dara merupakan simbol umum yang digunakan di Bali, dimana simbol sederhana dari Swastika yang digambarkan dengan tanda tambah, biasanya ditulis dengan media bahan kapur mentah atau dalam bahasa bali disebut “pamor” (limestone) sehingga warnanya menjadi putih. Tapak dara berkembang menjadi Swastika yang merupakan dasar kekuatan dan kesejahteraan Bhuana Agung (makrokosmos) dan bhuana alit (mikrokosmos) sehingga tapak dara merupakan lambang keseimbangan dan keharmonisan. JIka dilihat kembali ke acuan perancangan, konsep ini dapat menjawab semua tuntutan seperti konsep tata ruang, place making, budaya, material lokal, dan keseimbangan. Dari makna tapak dara itu sendiri sangat terkait dengan paradigma lansekap yang benar-benar menyeimbangkan ekosistem eksisting dan bangunan buatan sehingga menurut kami konsep ini sangat sesuai untuk menjadi identitas dan ide dasar dari proyek ini.
Secara garis besar, tanggapan akan arsitektur lebih ke arah karakter massa dan ruang. Langgam yang digunakan adalah Balinese Tropical Modernism dimana massa ini merespon dari karakter arsitektur lokal yang di modernisasi dengan tetap mersepon iklim tropis. Adapun beberapa poin-poin penting yang kita anggap sebagai keunggulan pola massa ini.
A1. Merespon dari segi pencahayaan dan penghawaan alami sehingga mengurangi energi yang digunakan.
A2. Fleksibel terhadap ruang, bentuk tapak dara ini bisa difungsikan tiap sayap dengan aktifitas yang berbeda-beda tetapi jika diperlukan keempat sayap bisa disatukan menjadi satu aktifitas. Kondisi ini juga dapat membagi fire zone ketika terjadi bencana kebakaran.
A3. Permeable. Bangunan ini seperti berpori, dari bangunan satu menuju bangunan lain terdapat jalur-jalur menembus sehingga memudahkan untuk sirkulasi.
A4. Inception courtyard. Bentuk massa ini memberikan ruang luar yang bertransisi dengan ruang sejenis hingga masuk ke interior, sehingga terciptalah konsep courtyard didalam courtyard.
A5. Atap multi fungsi. Bentuk atap merespon dari iklim tropis dengan teritisan lebar dan kemiringan yang sesuai. Selain itu posisi plafond yang miring digunakan sebagai display dengan sudut yang diatur agar nyaman bagi pejalan kaki.
A6. Bentuk massa memanjang sangat sesuai untuk menerapkan sirkulasi ramp. Kemiringan ramp diatur sehingga akan menyamarkan pengguna ketika bersirkulasi dari lantai tiga hingga lantai satu dan pada dinding ramp dipakai sebagai display.
A7. Melihat ke detail, pada rancangan banyak terdapat transformasi ornament-ornament lokal bali yang diterapkan pada struktur, ceiling dan ornament exterior seperti canggahwang, dedeleg, ikut celedu dan murda.
A8. Terkait dengan material, penggunaan batu kapur sebagai material utama diterapkan dengan mengkombinasikan dengan material lokal lainnya seperti bata, batu candi dan kayu.
Terjemahan dari konsep tapak dara juga bisa menjadi swastika. Simbol dari swastika jika ditransformasikan ke pola maka akan menjadi patra mesir. Pola dari patra mesir ini diterapkan pada pola lansekap terutama untuk area-area dominan seperti natah, paviliun seni dan zona entrance.